Rabu, 29 Juli 2009

Persiapan Menyambut Ramadhan

Tidak lama lagi bulan Ramadhan 1430H akan datang. Ibarat tamu, kedatangannya sangatlah dinanti, dirindukan oleh kaum Muslimin dan sudah selayaknyalah disambut dengan suka cita sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Bagaimana tidak, di bulan inilah Al-Qur’an al Karim diturunkan, bulan yang penuh keberkahan, rahmat, maghfirah, yang didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang Allah telah menjadikan puasanya sebagai suatu kewajiban (fardhu) dan qiyam pada malam harinya sebagai suatu ibadah yang sunnah (tathawwu’). Di bulan ini segala amal kebaikan dilipatgandakan, keutamaan dan syiar-syiar Islam menghiasi detik-detik aktivitas sepanjang ramadhan.
Dalam literatur manajemen, persiapan (perencanaan) merupakan tahapan awal yang penting dalam pencapaian visi, misi dan tujuan. Pada tahap inilah segala sesuatu direncanakan dan disiapkan baik yang sifatnya global strategis maupun teknis operasional. Hal senada juga diungkapkan dalam salah satu kalimat bijak bahwa “gagal merencanakan adalah equivalen dengan merencanakan kegagalan. Begitupula sebagai muslim yang baik tentunya akan mempersiapkan bekal yang cukup untuk menyambut ramadhan. Selain itu, target-target individual pun ditetapkan agar ramadhan yang akan datang tidak berlalu sia-sia, melainkan dipenuhi dengan aktivitas kebaikan. Ramadhan 1429H hendaknya menjadi bahan cerminan dan evaluasi sejauh mana progress kebaikan telah dicapai. Bukankah wajar dan menjadi prestasi yang membanggakan ketika Ramadhan 1430H menjadi jauh lebih baik dibanding Ramadhan sebelumnya ?
Sejarah telah mencatat bahwasanya generasi islam terdahulu yang shalih senantiasa mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Enam bulan sebelum Ramadhan mereka senantiasa berdoa agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan enam bulan setelahnya, mereka pun berdoa agar dipertemukan kembali. Sebagian ulama mengatakan bahwa Rajab adalah bulan persemaian, Sya’ban adalah bulan pengairan dan Ramadhan adalah bulan menuai hasilnya. Hasil yang baik tentunya setelah sebelumnya disemai dan diairi.
Sebelum semuanya terlambat dan Ramadhan menjadi momen yang hanya dijadikan biasa saja dengan bulan-bulan yang lain, berikut ini persiapan minimal yang seharusnya teragendakan dalam perencanaan pribadi muslim:

1. Persiapan Mental (nafsiyyah preparation)
Jiwa yang bersih, suci dan ikhlas adalah modal yang sangat berharga untuk memasuki bulan ramadhan. Bukankah Allah SWT telah berfirman bahwa “sangat beruntunglah bagi orang-orang yang membersihkan jiwanya” (QS.As Syams: 9). Sedari dini, sangat dianjurkan untuk memperbanyak istighfar dan taubat kepada Allah SWT. Taubat yang benar hanya dapat terwujud jika dilakukan secara sungguh-sungguh dengan penyesalan yang mendalam, penghentian total atas kesalahan dan tekad yang kuat untuk tidak terjerembab ke dalam kesalahan yang sama. Jiwa yang bersih juga dapat dilatih dengan membangkitkan dan mengkondisikan jiwa dengan nuansa keimanan dan ketaqwaan. Bentuk praktisnya adalah dengan memperbanyak ibadah, khususnya ibadah puasa sunnah. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah berdasarkan Hadits Riwayat Abu Dawud, an-Nasa’I dan Ahmad bahwasanya “bulan yang paling Rasulullah sukai untuk berpuasa di dalamnya adalah Sya’ban kemudian Beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan”.
Tentunya masih banyak amal kebaikan lain yang harus diperhatikan dan ditunaikan terutama yang statusnya wajib dan juga diiringi dengan amalan sunnah lainnya.

2. Persiapan Ilmu (tsaqofiyyah preparation)
Layaknya seorang auditor yang harus memiliki kecakapan profesional memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan, Muslim yang baik juga akan mempersiapkan dirinya dengan ilmu (tafaqquh fiddin) untuk menyongsong datangnya ramadhan. Pemahaman memadai terhadap fikih praktis seputar ramadhan diantaranya adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan puasa Ramadhan; sunnah-sunnah puasa; hukum bagi yang tidak berpuasa; hal-hal yang membatalkan puasa; membaca dan mentadabburi Al-Qur'an serta kadar bacaan yang disunnahkan; hukum tentang zakat, infaq, shadaqah dan lain-lain. Konkretnya, persiapan ilmu dapat ditempuh dengan mengikuti kajian-kajian secara intensif maupun pembelajaran secara mandiri.

3. Persiapan Materi (maaliyah preparation)
Bulan Ramadhan juga identik dengan kewajiban untuk menuaikan zakat fitrah. Selain zakat fitrah masih terdapat kewajiban zakat maal yang tidak terikat dengan bulan tertentu (jika telah memenuhi nishab dan haulnya), juga infaq dan shadaqah sebagai media (wasilah) untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarrub ilaLlah). Persiapan materi yang dimaksud disini sangat berkaitan dengan zakat, infaq dan shadaqah. Hal ini dapat dilakukan dengan menganggarkan penghasilan yang dimiliki dengan besaran persentase yang disesuaikan dengan kemampuan finansial.
Sesungguhnya infaq dan shadaqah merupakan investasi masa depan dan peluang amal jariyah yang nantinya akan menjadi bekal berharga di akhirat.

4. Persiapan Fisik (jasadiyyah preparation)
Fisik yang kuat dan sehat merupakan modal yang berharga untuk maksimalisasi ibadah di bulan suci Ramadhan. Shaum, ibadah sunnah tahajud, dakwah islamiyah dan yang lainnya membutuhkan dukungan fisik yang prima. Muslim yang aktif, progresif dan produktif tidak hanya menuaikan ibadah puasa yang dimulai sejak fajar terbit hingga terbenamnya matahari melainkan juga sejumlah aktivitas rutin lainnya. Belum lagi ketika di malam hari yang akan diisi dengan amaliyah Ramadhan lainnya, misalnya ibadah tarawih, kajian Islam dan sunnah tahajud. Bukankah Pribadi muslim yang baik tentunya sangat berharap dapat menuaikan amal shaleh tanpa adanya halangan fisik ? Persiapan fisik menjadi sangat relevan dan hal ini dapat dilakukan tentunya dengan menjaga hak-hak tubuh, keseimbangan asupan gizi dan olahraga teratur. Jangan lupa untuk membiasakan konsumsi herbal seperti habbatussauda’, madu (royal jelly, propolis, pollen) dan zaitun.

Selain persiapan tersebut di atas, target-target aktivitas kebaikan pun sebaiknya ditetapkan. Target standar tersebut minimal dijabarkan dalam bentuk shalat fardhu berjama’ah, bacaan qur’an 30 juz, sunnah tahajud, sunnah dhuha, shadaqah, mengikuti kajian keislaman, aktivitas dakwah Islam, dan lain sebagainya. Dengan demikian aktivitas ibadah di bulan suci ramadhan dapat terpantau dan terukur, minimal dalam kuantitas ibadah dan dengan senantiasa berkomitmen untuk meningkatkan kualitasnya.
Semoga Allah mencurahkan rahmat, berkah, dan taufiknya kepada kaum muslimin untuk senantiasa taat kepada-Nya. Ketaatan yang seharusnya diwujudkan dalam tataran individu, masyarakat, bernegara dan semua aspek kehidupan.
Ya Allah berikanlah kepada kami kekuatan untuk beribadah kepada-Mu dan sampaikanlah kami di bulan suci Ramadhan untuk meraih keridhaan-Mu, dan mewujudkan karakter mukmin yang bertaqwa.
WaLlahu a’lam bi ash shawab.

Selesai dibuat di Bandar Lampung, 27 Juli 2009/ 5 Sya’ban 1430H

Ashadi Umaryadi


Selasa, 07 Juli 2009

Senin, 06 Juli 2009

Liwa dan Raya

Bendera Islam, bendera tauhid, bendera rasuluLlah
Panji negara khilafah yang berkibar di bumi Allah
Tegaknya menandakan tegaknya hukum Allah
Mewujudkan rahmah untuk semua
Ku yakin waktunya tidak lama lagi
Tanda berkibarnya bendera Liwa dan Raya semakin nyata
Dunia sangat menantikannya
Umat sangat merindukannya
Ya Allah Ya Rabbku
Cenderungkanlah qalbu kami ke dalam Islam
Berilah kemenangan dakwah syariah dan khilafah
Masukkanlah diriku dan keluargaku ke dalam golongan penolong agama-Mu yang ikhlas

Dibuat di Blambangan Umpu, Way Kanan
17 Maret 2009, pukul 01.00 A.M

Catatan ringan

Beberapa hari yang lalu saya berdiskusi dengan sejumlah rekan. Mereka sangat penasaran dan (sekali lagi) ingin mengetahui pandangan saya atas pemilu. Topik nya sangat menarik, bagaimanapun juga dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat senantiasa dijejali dengan iklan politik baik dari partai peserta pemilu maupun dari lembaga terkait yang bertugas untuk mensosialisasikannya.
Sebagai statement pembuka, saya sampaikan, sebenarnya perubahan apa yang kita inginkan, apakah perubahan yang sifatnya temporer pragmatis yang hanya menambal sulam kebobrokan yang terjadi atau.... perubahan yang sifatnya fundamental ideologis ? ..........
Memang benar, masyarakat seharusnya mendapatkan pendidikan politik yang memadai sehingga realitas yang ada di hadapan mereka dapat dinilai secara jernih, jujur dan solutif. Tidak hanya sekadar ikut-ikutan atas opini dan janji yang ditawarkan dan juga tidak terjebak dengan pilihan yang ada.
Saya sampaikan, kita harus melihat konsep yang ditawarkan, kita harus visoner dalam melihat perubahan ke depan. Apakah kita percaya begitu saja dengan jargon jargon perubahan yang dijanjikan ? Apakah selama ini konsep yang dihadirkan ke publik telah memuaskan hati dan pikiran ? Apakah perubahan yang dimaksud hanya sekadar perubahan pemimpin ?
Fakta telah sangat jelas, betapa kondisi kita sangat terpuruk di semua lini kehidupan. Dalam konteks pemilu saja, betapa banyak dana yang telah dihamburkan tanpa hasil yang positif. Sedangkan harapan masih saja digantungkan kepada sistem kapitalisme yang telah terbukti tidak solutif. Mengapa kita masih saja menutup mata atas gagalnya sistem kapitalisme. Apakah sistem kapitalisme dan demokrasi adalah harga mati yang sudah tidak bisa ditawar lagi ?

Itulah sedikit cuplikan pemikiran yang ada di sebagian masyarakat. Kita semua sangat menginginkan perubahan, tetapi keinginan itu masih belum ideologis.

Selesai dibuat di Bandar Lampung pada 31 Maret 2009

Abu Umar Abdul Aziz

Unity Spirit

Persatuan, ya benar, istilah yang membangkitkan semangat kebersamaan kita, semangat atas kesatuan pemikiran, perasaan dan peraturan.
Istilah yang begitu indah bagi yang memiliki persepsi totalitas, persepsi ideologis.
Bayangkan saja, ketika persatuan tidak ada, yang ada hanya keegoan, individualistik dan semangat-semangat lain yang cenderung tidak integral. Saya sangat salut bagi siapa saja yang memiliki semangat untuk bersatu, semangat untuk senantiasa menjaga keutuhan, semangat untuk tidak terkotak-kotakkan oleh sekat-sekat yang cenderung imajiner, entah isme-isme, paradigma pragmatis ataupun hal-hal yang dapat dikatakan hanyalah persoalan sepele.
Persatuan menjadi hal yang sangat penting baik pada ranah keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan kerja dan bahkan institusi yang lebih luas cakupannya, yakni negara. Pernah melihat keluarga yang kompak ? Iya, itulah gambaran minimal bagaimana mereka dapat membina institusi perkawinan dan keluarga. Friksi-friksi yang terjadi dapat diminimalisir ekses negatifnya, dicarikan solusi yang konstruktif agar keluarga senantiasa terjaga keharmonisannya. Tentu itu semua karena adanya kesatuan visi, perasaan dan prioritas pada keutuhan keluarga.
Begitupula pada lingkungan masyarakat, ketika mereka telah menyadari atas kondisi riil yang dihadapi, respon atau reaksi yang diberikan adalah cerminan identifikasi dan empati permasalahan. Contoh sederhana, ketika terjadi krisis moneter yang berujung pada krisis multidimensi di era 1997-1998, perasaan yang dominan pada saat itu adalah perasaan ingin lepas dari keterpurukan dan keinginan untuk meninggalkan status quo. Pemikiran yang dominan pun umumnya adanya kesatuan visi untuk menjadikan Indonesia jauh lebih baik.
Dalam konteks lingkungan pekerjaan, sebenarnya adanya visi dan misi yang dicanangkan oleh institusi merupakan variabel dominan untuk membentuk kesatuan pemikiran, perasaan dan peraturan. Bukankah visi dan misi tidak berdiri secara tunggal ? Akan tetapi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan yang namanya sasaran, target, milestone, budaya kerja, kode etik, juklak, juknis dan perangkat lain yang mendukungnya. Disinilah pentingnya sosialisasi, training dan workshop, kontinuitas pembelajaran dan pemantauan secara aktif atas kinerja riil. Saya mengistilahkan hal tersebut untuk mewujudkan kristalisasi pemahaman dan jaminan kualitas kinerja. Sehingga personel yang berada dalam institusi tersebut bekerja dan bergerak secara progresif untuk mewujudkan visi dan misi, memaksimalkan potensi yang dimiliki dan senantiasa terikat dengan peraturan yang diterapkan. Adapun bagi personel yang dikhawatirkan dapat merusak irama permainan dan orkestra kinerja akan berhadapan dengan sistem yang telah dibangun. Implikasinya institusi tersebut akan menjadi institusi yang kuat, berwibawa dan memilki pengaruh yang signifikan. Sekali lagi, persatuan mutlak diperlukan.
Alangkah indahnya persatuan, persatuan di lingkungan keluarga, masyarakat, institusi kerja dan institusi negara. Dengannya, cita-cita yang diharapkan dapat terwujud.
Semoga

Salam sukses
Ashadi Umaryadi

Perfect

Betapa sempurnanya…..
Iya, itulah ekspresi yang sangat layak disandangkan kepada Islam. Islam sebagai agama dan ideologi telah diturunkan secara sempurna dan komprehensif, kamilan wa syamilan. Baginda RasuliLlah pun telah menyempurnakan tugasnya untuk mengemban risalah yang mulia ini. Kader-kader binaan beliau yang direpresentatifkan oleh sahabat-sahabatnya dan kemudian dilanjutkan oleh generasi setelahnya dan setelahnya, menunjukkan bahwa kesempurnaan agama ini tidak sebatas pada tataran teori/konseptual, pun diwujudkan pada tataran praktis amaliyah yang begitu membekas pada akhlaq, interaksi sosial, kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sekarang, masihkah kita meragukan kesempurnaan agama ini ? masihkah kita menganggap bahwa agama ini hanya sebatas pada wilayah ritual semata ? sebatas ketika ibadah shalat, shaum, zakat, dan haji telah tertunaikan? yang hanya ditempatkan di masjid, pengajian-pengajian, seremonial pernikahan, kelahiran dan kematian ? atau hanya berlaku ketika di bulan ramadhan saja ?
Sungguh, aturan multikompleks telah termaktub di dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Betapa banyak seperangkat hukum yang dimanifestasikan sebagai Syariah Islam yang belum direalisasikan pada semua lini kehidupan. Individu, keluarga, masyarakat dan negara, aspek politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, dan hubungan internasional sangat membutuhkan sentuhan dan pengaturan berbasis syariah.
Saatnya kesempurnaan Islam disempurnakan penerapannya sehingga rahmah akan terwujud bagi semua.............
Ashadi Umaryadi